Posted by : Unknown
Minggu, 11 Mei 2014
SUARA MERDEKA
Senin, 7 Februari 2005
42 Titik Jadi Sasaran Permukiman Kumuh
Sebagian Besar di Semarang Utara
SEMARANG- Jumlah permukiman kumuh saat ini merebak di
puluhan titik lokasi. Jika pada tahun 1963 terdapat 21 lokasi permukiman kumuh
(slums and squatters), data penelitian tahun 2002 menunjukkan jumlah itu
meningkat menjadi 42 lokasi. Hasil penelitian Universitas Islam Sultan Agung
Semarang (Unissula) tahun 2002 menunjukkan 13 titik lokasi permukiman kumuh
berada di Kecamatan Semarang Utara. Titik-titik permukiman kumuh, kata Ketua
Pusat Studi Planologi Unissula M Agung Ridlo, antara lain berada di daerah
Krakasan, Makam Kobong, Stasiun Tawang, Bandarharjo, Kebonharjo, Kampung
Melayu, Tanjung Mas, Dadapsari, Purwosari, Plombokan, dan Panggung.
Berdasarkan hasil studi yang sama, sejumlah kawasan di
Kecamatan Tugu juga dihuni oleh kaum suburban. Agung menemukan permukiman kumuh
di Mangkang Kulon, Mangkang Wetan, Mangunharjo, Randugarut, Karanganyar,
Tugurejo, dan Jrakah. ''Daerah Semarang bagian utara menjadi daya tarik
tersendiri bagi para pendatang. Kawasan dekat pantai seperti Bandarharjo dan
Mangunharjo menjadi pusat perdagangan dan industri yang menarik orang untuk
datang dan bekerja,'' kata dia.
Proses terbentuknya permukiman kumuh, lanjut Agung, terjadi
karena para pekerja memilih tinggal di dekat tempat kerja. Perkembangan Kota
Semarang bermula dari sekitar pelabuhan yang diikuti pertumbuhan industri di
sekitar Genuk dan Kaligawe. Sementara perdagangan dan jasa berada di sekitar
Johar. Perkembangan yang begitu pesat di pusat perdagangan, industri, dan jasa
mengakibatkan kebutuhan akan lahan semakin meningkat. Sementara pada bagian
lain, para pendatang seringkali tidak memiliki keterampilan dan bekal yang
cukup dari kampung halaman.
''Mereka kemudian mencari tempat tinggal seadanya di dekat
pabrik atau pantai. Sedikit demi sedikit permukiman kumuh pun terbentuk.''
Kondisi permukiman kumuh itu berbeda dengan standar
permukiman yang ada di kota. Permukiman itu, acap tidak layak huni lantaran
kotor, lusuh, tidak sehat, tidak tertib, dan tidak teratur. Agung
mengelompokkan permukiman kumuh yang ada di Kota Semarang ke dalam empat model,
yakni model optimal, pathological, premature, dan intermediate.
Model pathological, biasanya terjadi di lokasi yang
berdekatan dengan pusat aktivitas perdagangan, pertokoan, dan pasar. Pada
lokasi tersebut, terlalu banyak migran berpendapatan kecil. Sementara model
intermediate berada di pusat aktivitas pergudangan, transportasi kereta api,
pelabuhan, atau pusat perdagangan. Sedangkan model prematur dapat dilihat pada
permukiman nelayan di pinggiran kota. Pada optimal model, infrastruktur
permukiman potensial namun pengakuan atas lahan tidak ada. ''Beberapa di antara
permukiman kumuh tipe optimal diakses berbagai fasilitas seperti listrik dari
PLN. Namun sejatinya warga yang tinggal di sana rentan digusur karena menempati
tanah yang bukan miliknya,'' kata Agung.
Peraturan tata ruang, seharusnya menjadi referensi berbagai
pengambil kebijakan lintas sektoral. PT PLN , misalnya, seharusnya memiliki
referensi tempat-tempat yang tidak direkomendasikan sebagai permukiman dan mana
yang bukan.
Program permukiman murah dan sederhana pun tidak cukup mampu
menyentuh kebutuhan warga akar rumput. Jika tidak, penataan kota akan semakin
tumpang tindih dan masalah permukiman tidak akan terselesaikan. (H5-84)
Tanggapan :
Tentu kita menyadari pemukiman kumuh di indonesia sangat
banyak sekali. Banyak faktor yang mempengaruhi pemukiman kumuh ini, seperti
populasi manusia yang tidak terkendali, tingkat kemiskinan dan masih banyak
lagi. Apalagi di kota kota besar, yang mengakibatkan adanya urbanisasi besar
besaran, akibat perekonomian yang tidak merata. Untuk upaya penanganan
permukiman kumuh,merupakan upaya terpadu yang harus dilakukan oleh
semua pihak termasuk juga masyarakat miskin itu sendiri dengan komitmen yang
kuat dari semua unsur pimpinan baik pemerintah, organisasi masyarakat dan
kelompok masyarakat. Ini adalah beberapa hal yang harus dilakukan untuk mengurangi pemukiman kumuh di Indonesia:
- Dinas seharusnya melakukan penyuluhan dan pendekatan pada masyarakat lebih intensif. Hal ini dilakukan melalui pengokohan kelembagaan masyarakat, membangun kepercayaan terhadap publik terhadap bantuan yang diberikan, sehingga masyarakat merasa dihargai karena ikut dilibatkan dalam kegiatan tersebut.
- Pemkot Semarang harus memperketat perizinan pembangunan.
- Dinas Tata Kota dan Permukiman kurang melakukan pengawasan mengenai pemukiman.
- Perlu diadakanya bedah kampung oleh pemerintah.
- Pemerintah juga merangkul pihak swasta untuk mencakup kontribusi dana melalui investasi swasta yang bermanfaat untuk mendukung proses penanganan permukiman kumuh.
- Membangun sarana dan prasarana lingkungan permukiman, seperti: air bersih, air limbah, sampah, drainase dan penanggulangan banjir, jaringan jalan, dan lain-lain.
- Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam revitalisasi kawasan permukiman kumuh.
Terima Kasih....